A.
Karakteristik Al-Qur’an
Karakteristik Al-Qur’an disini adalah hal-hal yang
merupakan ciri khusus Al-Qur’an yang menjadikannya sebagia kitab suci yang
benar-benar berasal dari Allah SWT sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Sebenarnya karakteristik Al-Qur’an itu sendiri sangat banyak dan sudah jelas,
akan tetapi disini kami akan memeparkan beberapa karakteristik menurut Dr.
Yusuf Qardhawi sebagai berikut :
1.
Al-Qur’an
Adalah Kalam Ilahi
Artinya
Al-Qur’an yang ada sekarang ini adalah benar-benar berasal dari Allah swt yang
di turunkan kepada nabi Muhammad saw melaui malaikat Jibril baik lafadz maupun
maknanya. Hal ini sudah tidak diragukan lagi jika menilik dari sejarah panjang
penulisan dan pembukuan Al-Qur’an yang diriwayatkan secara mutawatir.
2.
Al-Qur’an
Adalah Kitab Suci yang Terpelihara
Diantara
karakteristik Al-Qur’an lainnya adalah ia merupakan kitab suci yang terpelihara
keasliannya. Dan Allah SWT sendiri yang menjamin pemeliharaannya serta tidak membebankan hal itu kepada
siapapun, tidak seperti yang dilakukan terhadap kitab-kitab suci lainnya yang
hanya dipelihara oleh umatnya yang
menerimanya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya
.... بِمَا
اسْتُحْفِظُوا مِن كِتَبِ اللهِ ....
Disebabkan karena diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah….(al-Maaidah:
44)
Maksudnya
terpelihara disini adalah terpelihara dari pemalsuan dan perubahan terhadap
teks-teksnya seperti yang terjadi dalam kitab Taurat dan Injil sebelumnya.
3.
Al-Qur’an
Adalah Kitab Suci yang Menjadi Penjelas dan Dimudahkan Pemahamannya.
Maksudnya
adalah Al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah swt dengan bahasa yang mudah
dipahami agar makna-maknanya ditangkap, hukum-hukumnya dapat dimengerti,
rahasia-rahasianya dapat di pahami, serta ayat-ayatnya ditadabburi. Oleh karena
itu, Allah swt menurunkan Al-Qur’an dengan jelas dan memberi pencerahan tidak
samar dan sulit dipahami.[1]
Ini tidak berarti bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk kalangan awan dan
orang-orang bodoh, namun Al-Qur’an menggunakan bahasa sastra yang tinggi
sehingga tidak ada orang yang mampu menandingi ketinggian sastranya, akan
tetapi masih dapat dipahami.
4.
Al-Qur’an
Adalah Kitab Suci Agama Seluruhnya
Maksudnya
adalah Al-Qur’an merupakan pokok agama dan ruh wujud Islam karena di dalamnya
terdapat konsep-konsep aqidah, ibadah, akhlaq, dan hokum.
5.
Al-Qur’an
Adalah Kitab Suci Bagi Seluruh Zaman
Artinya adalah
Al-Qur’an merupakan kitab yang abadi, bukan kitab bagi suatu masa tertentu atau
generasi tertentu yang kemudian habis masa berlakunya, maksudnya hukum-hukum
Al-Qur’an, perintah dan larangannya tidak berlaku secara temporer dengan suatu
kurun waktu tertentu.
6.
Al-Qur’an
Adalah Kitab Suci bagi Manusia Seluruhnya
Maksudnya
Al-Quran bukanlah kitab yang hanya ditujukan pada suatu bangsa, sementara tidak
kepada bangsa yang lain, tidak juga untuk hanya satu warna kulit manusia, atau
suatu wilayah tertentu. Tidak juga hanya bagi kalangan yang rasional, dan tidak
menyentuh mereka yang emosional dan berdasarkan intuisi.Tidak juga hanya bagi
rohaniawan, sementara tidak menyentuh mereka yang materialis. Al-Quran adalah
kitab bagi seluruh golongan manusia.
7.
Al-Qur’an
Adalah Kitab Suci yang Menjadi Mukjizat
Diantara
karakteristik Al-Quran adalah kemukjizatannya. Ia adalah mukjizat terbesar yang
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga bangsa arab hanya menyebut-nyebut
mukjizat itu saja, tidak yang lainnya, meskipun dari beliau terjadi mukjizat
yang lain yang tidak terhitung jumlahnya. Mengenai kemukjizatan Al-Qur’an ini
akan dibahas lebih lanjut dalam sub bab berikutnya.
B.
Pengertian I’jaz al-Qur’an
Dari segi
bahasa, kata i’jaz, berasal dari kata a’jaza, yu’jizu, i’jaz, yang
berarti melemahkan atau memperlemah. Yang juga dapat berarti menetapkan
kelemahan. Secara normatif, i’jaz adalah ketidakmampuan seseorang
melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidakberdayaan. Oleh karena itu
apabila kemu’jizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jizat.[2]
Sedangkan pengertian i’jaz dari segi istilah ilmu al-Qur’an adalah
sebagaimana beberapa pendapat para ahli yang dikutip oleh Dr. Usman di dalam bukunya Ulumul Qur’an:
Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan
اَلْإِعْجَازُ هُوَ إِظْهَارُ صِدْقِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فِى دَعْوَى الرِّسَالَةِ
"بِإِظْهَارِ عَجْزِ الْعَرَبِ عَنْ مُعَارَضَتِهِ فِى مُعْجِزَتِهِ
الْخَالِدَةِ" وَهِى الْقُرْآَنُ وَعَجْزُ اْلأَجْيَالِ بَعْدَهُمْ.
“I’jaz adalah menampakkan
kebenaran Nabi SAW dalam pengakuan orang lain sebagai rasul utusan Allah SWT.
Dengan menampakkan kelemahan oarang-orang Arab untuk menandinginya atau
menghadapi mukjiazat yang abadi, yaitu al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi
sesudah mereka”.
Sedangkan menurut Muhammad Bakar Ismail
اَلْمُعْجِزَةُ هِيَ اْلأَمْرُ
الْخَارِقُ لِلْعَاَدَةِ اَلْمَقْرُوْنُ بِالتَّحَدِّى يُوَقِّعُهُ اللهُ تَعَالَى
عَلَى يَدَىِ نَبيِّ لِيَكُوْنَ حُجَّةً لَهُ فِى دَعْوَتِهِ
وَبُرْهَانًا عَلَى صِدْقِهِ فِيْمَا يَبْلُغُ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
“Mukjizat adalah perkara
luar biasa yang disertai dan diikuti dengan tantangan yang diberikan oleh Allah
SWT. Kepada nabi-nabi-Nya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan
kebenaran terhadap apa yang diembannya, yang bersumber dari Allah SWT”.
Muhammad Ali al-Shabuniy turut mngemukakan pendapatnya
اَلْإِعْجَازُ إِثْبَاتُ عَجْزِ
الْبَشَرِ مُتَفَرِّقَيْنِ وَمُجْتَمَعَيْنِ عَنِ الْإِتْيَانِ بِمِثْلِهِ,
فَالْمُعْجِزَةُ إِذَنْ بُرْهَانٌ مِنَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى إِلَى
عِبَادِهِ بِصِدْقِ رُسُلِهِ وَأَنْبِيَائِهِ.
“I’jaz adalah menetapkan
kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal
yang serupa dengannya, maka Mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah
SWT. yang diberikan kepada hamba-Nya untuk meperkuat kebenaran misi kerasulan
dan kenabiannya”.
Sedangkan Imam
Jalaluddin As Suyuthi dalam kitabnya “Al-Itqan fi Ulumil Qur’an”,
memaknai Mukjizat sebagai sesuatu yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan tahaddi
(menentang) dan tidak ada yang menandingi. Beliau juga membagi Mukjizat
menjadi dua: mukjizah hissiyah (fisik) dan ada mukjizah ‘aqliyah (akal
atau ilmu).
Dari beberapa
pendapat para ahli di atas dapat kita pahami bahwa I’jaz dan Mukjizat
adalah searti, yakni berarti melemahkan. Hanya saja pengertian i’jaz di
atas mengesankan yang lebih bersifat spesifik, yaitu hanya al-Qur’an. Sedangkan
pengertian mukjizat, mengesankan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya
al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau oleh
segala daya dan kemampuan manusia secara keseluruhan.[3]
C.
Ragam I’jaz al-Qur’an
Kemukjizatan al-Qur’an terbagi dalam lima ragam:
1.
Kemukjizatan
Metafisik
Al-Qur’an telah membuktikan Kemukjizatan Metafisiknya dengan penuh
kompetensi, dan Kemukjizatan ini merupakan jenis Kemukjizatan terbesar yang
dimuat Al-Qur’an. Sebab mustahil bagi manusia mengetahui apa yang akan terjadi
di masa depan, mengingat hal itu merupakan salah satu keistimewaan yang hanya
dimiliki Allah.[4] Allah
berfirman:
“Katakanlah
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib,
kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan” (An-Naml (27):65)
2.
Kemukjizatan
Historis
Al-Qur’an menyebutkan sejumlah bencana banjir bandang dan badai
topan sebagai “siksaan khusus” dari Allah yang ditimpakan pada kaum Nabi
tertentu. Salah satu contoh ayat-ayat al-Qur’an tentang bencana banjir bandang
yang dialami kaum Nabi Nuh ini mendata secara detail muatan bahtera Nuh
tersebut.[5]
3.
Kemukjizatan
Yuridis (Syariat)
Tidak diragukan
lagi bahwa syariat Nabi Muhammad SAW. adalah syariat pamungkas yang berlaku
bagi seluruh manusia, sehingga mereka wajib menaati hukum-hukumnya.
Konsekuensinya, syariat ini pun bersifat komplit dan memuat hukum-hukum yang
berlaku hingga hari kiamat.[6]
4.
Kemukjizatan
Numeral
Al-Qur’an Menjelaskan secara rinci mengenai misteri sebuah angka,
sebagai contoh mengenai kekeramatan angka 19.[7]
5.
Kemukjizatan
Artistik
Surah Al-Haqqah
ayat 13-37 adalah contoh dari kemukjizatan artistik, dimana ayat ini mengandung
ilustrasi artistik yang elok, multidimensional serta memiliki sisi yang begitu
luas dan lapang, ia menghimpun peristiwa-peristiwa yang sangat kuat dan
impresif dalam satu bingkai, sembari menghubungkan akhir kehidupan dunia dengan
awal kehidupan akhirat.[8]
D.
Perbedaan
Mukjizat, Karomah dan Sihir
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam
memandang suatu kelebihan yg dimiliki oleh wali Allah swt dengan kelebihan yg
dimiliki oleh wali syetan, maka di bawah ini beberapa penjelasan tentang
perbedaan mukjizat, karomah dan sihir. Adapun perbedaan-perbedaan itu adalah
sebagai berikut.
1. Karomah adalah pemberian dan karunia dari Allah swt kepada hambaNya
yg terpilih yg tidak perlu adanya pengorbanan, begitu pula halnya dengan
mukjizat. Hanya saja, mukjizat khusus diberikan kepada para Nabi dan Rasul saja.
Sedangkan Sihir adalah suatu ilmu yg bisa diperoleh dengan cara dipelajari,
yaitu dengan cara membiasakan ucapan atau perbuatan. Ucapan ini dapat berupa
mantra-mantra. Sedangkan dalam hal perbuatan, dapat berupa puasa dengan waktu
tertentu serta dengan jumlah hari tertentu pula, atau puasa dengan berpantang
makan. Namun kebanyakan Ulama’ menghukumi haram, karena banyak orang yang
menyalahgunakan untuk hal-hal negative.
2. Mukjizat dan karomah tidak akan bisa dimiliki oleh orang yg fasiq
dan jahat, adapun sihir tidak muncul kecuali dari orang yg jahat.
3. Mukjizat tidak dapat dilenyapkan sedangkan sihir bisa dilenyapkan.
4. Sihir dapat dimiliki oleh siapa saja atau oleh kelompok manapun.
Sihir juga dapat ditiru dan bisa dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu
sekaligus. Sedangkan mukjizat tidak mungkin dapat ditiru oleh siapapun.
5. Mukjizat yg dimiliki para nabi dan rasul adalah merupakan
kenyataan, dimana pada hakekatnya antara yg dzahir dan batin itu selaras dan
nyata. Sedangkan sihir merupakan bagian dari hukum sebab akibat yg dikehendaki
oleh Allah swt. Dalam sihir, seringkali apa yg terlihat oleh mata berbeda
dengan kenyataan. Oleh karena itu, seringkali orang yg terkena sihir sangat
merasakan penderitaan, tapi setelah dideteksi oleh ilmu medis, seluruh organ
tubuhnya menunjukkan sehat dan tidak ada kelainan.
[4]
Prof. Dr. Yusuf Al-hajj Ahmad, Seri kemukjizatan Al-Qur’an dan Sunnah,
Yogyakarta: Sajadah_press, 2008, h. 9
0 Comments
#Berkomentarlah dengan Sopan
#Bila link download error, jangan Sungkan Berkomentar