Biografi KH M. Munawwir Krapyak Yogyakarta, Guru Besar Ahli Qur'an Indonesia

K.H. M. Munawwir merupakan putra kedua K.H. Abdullah Rosyad dari jalur Istri Nyai Kodijah. Beliau dilahirkan di Kauman, Yogyakarta. Sejak kecil K.H. Munawwir sudah diarahkan untuk mengenyam pendidikan Islam. Sebagai motivasi, ayah beliau memberi hadiah uang Rp. 150,- sampai Rp. 250,- untuk menghatamkan bacaan Qur’an setiap seminggu sekali.
Selain belajar qira’ah K.H. M. Munawwir juga mempelajari ilmu-ilmu lain pada beberapa kiyai. Pada usia 10 tahun, beliau belajar kepada ulama agung kiyai Kholil di Bangkalan Madura. Konon kiai khoil pada suatu ketika tidak mau menjadi iman sholat dan justru mempercayakan K.H. M. Munawwir kecil. Beliau mengatakan, “ mestinya yang berhak menjadi imam sholat adalah anak ini, meskipun kecil , tetapi ahli qira’ah. Disamping kepada lkiai Kholil, K.H. M. Munawwir juga belajar kepada beberapa guru antara lain : K.H Abdullah, kanggotan, Bantul; K.H. Sholeh darat, Semarang; dan K.H. Abdurrahman ( Mbah Dalhar), watucongol, Muntilan, Magelang.
Pada 1888 K.H. M. Munawwir meneruskan pengembara al-Qur’an mendalaminya di Makkah. Beliau belajar kebeberapa guru yaitu, Syaikh Abdullah Sangkoro, Syaikh Sarbini, Syaikh Mukri, Syaikh Ibrhohim Huzaimu, Syaikh Mansyur, Syaikh Abdus Sakur dan Syaikh Mustofa. Sedangkan guru beliau dalam qira’ah sab’ah adalah Syaikh Yusuf Hajar. K.H. M. Munawwir hafal al-Qur’an hanya dalam kurun waktu 40-70 hari. 
K.H. M. Munawwir mempunyai metode tersendiri untuk menjaga hafalannya. Pada 3 tahun pertama, beliau menghatamkan al-Qur’an selama seminggu sekali. 3 tahun berikutnya, al-Qur’an dikhatamkan dalam 3 hari sekali. Pada 3 tahun selanjutnya, dikhatamkannya al-Qur’an hanya dalam waktu sehari semalam. Menurut penuturan salah seorang santrinya, beliau pun pernah mengkhatamkan al-Qur’an secara terus menerus selama 41 hari tanpa berhenti hingga mulutnya mengeluarkan darah.
Seperti halnya mayoritas dipakai diseluruh dunia, K.H. M. Munawwir pun menggunakan qira’ah Imam ‘Asyim riwayat Hafs. Jejak qira’ah ‘Asyim riwayat Hafs ini dapat dicermati dari sanad al-Qur’an beliau yang sampai kepada Rasulullah SAW. berikut.
1. Rasulullah SAW. 
2. Usman bin ‘Affan, ‘Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, ‘Ali bin Abi Thalib
3. ‘Abdurrahman al-Salma
4. Imam ‘Asyim
5. Imam Hafs
6. ‘Ubaid bin Shabbagh
7. Syekh Abu al-Abbas al-Asynani
8. Abu al-Hasan Thahir
9. Al-Hafidz Abu ‘Amr al-Dani
10. Imam Abu Hasan bin Khuzail
11. Imam Abi Qosim asy-Syatibi
12. Imam Abu Hasan Ali al-Syuja’ bin Slalma bi n ‘Ali bin Musa al-‘Abbasi al-Misri
13. Imam Abi ‘Abdullah Muhammad bin Kholiq al-Misri Asy-Syafi’i
14. Syekh Muhammad bin Jazari
15. Syekh Ahmad al-Suyuthi
16. Syekh Zakariya al-Anshori
17. Syekh Namir ad-Din al—Thablawi
18. Syekh Tahayah al-Yamani
19. Syekh Syarif ad-Din bin Athaillah al-Fadhali
20. Syekh Sultan al-Muzani
21. Syekh ‘Ali bin Sulaiman al-Mansuri
22. Syekh Hijaziy 
23. Syekh Musthafa bin ‘Abdurrahman al-Azmiri
24. Syekh Ahmad ar-Rasyidi
25. Syekh ‘Ismail
26. Syrkh ‘Abdul Karim bin H. Umar al-Badri ad-Dimiyati
27. Syekh Yusuf Hajar
28. K.H. M. Munawwir
Setelah 21 tahun di Makkah, pada tahun 1909 K.H. M. Munawwir kembali ketempat kelahirannya, Kauman Yogyakarta. Di sana Beliau Merintis pengajian al-Qur’an disebuah surau kecil yang dalam perkembangannya ingin menjadi gedung milik Nasyatul ‘Asyiah Yogyakarta setelah berpindah ke Gading Yogyakarta, bersama dengan kaka kandung beliau KH. Muzakkir yang tak lain adalah ayahanda dari Prof. ‘Abdul Qohar Muzakkir, K.H. M. Munawwir mulai menetap di Krapyak. Kepindahan beliau tersebut terjadi pada tahun 1910 setelah selesai dibangun sebuah rumah dan sebagian komplek pesantren di Krapyak. 
Pada tahun 1910 pesantren rintisan yang selanjutnya dikenal dengan nama Pondok Pesantren Krapyak mulai aktif memberikan pelajaran al-Qur’an. metode yang digunakan adalah dengan cara musyafahah. K.H. M. Munawwir membuat tingkatan dalam pembelajaran al-Qur’an untuk santri-santrinya yaitu bin nadhar mengaji dengan secara fasih dan murottal, bil ghaib, serta qira’ah sab’ah.
Meski terkenal sebagai pesantren al-Qur’an, pada masa kepengasuhan K.H. M. Munawwir, pondok pesantren Munawwir juga menyelenggarakan kajian kitab. Jumlah santri terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Di awal berdirinya antara tahun 1910-1920 jumlah santri sedikitnya ada 60 orang. Pada tahun 1920 dan seterusnya  santri bertambah hingga 200 orang yang tidak hanya berasal dari pulau jawa melainkan dari nedara tetangga, Singapura.
Di antara santri beliau antara lain :
1. K.H. Arwani Amin, Kudus
2. K.H. Badawi, Kaliwugu
3. K.H. Umar, Mangkuyudan, Solo
4. K.H. Hasbullah, wonokromo, Yogyakarta
5. K.H. Muhyiddin, jejeran Yogya karta. Dll
Ba’da jum’at tanggal 11 jumadil akhiroh, tepatnya tahun 1942 M, K.H. M. Munawwir wafat. Sebelumnya beliau menderita sakit selama 16 hari. Selama itu, beliau dirawat oleh beberapa orang santri dan keluarganya. Selama itu pula bacaan surah Yasin tak pernah putus berkumandang dari rombongan-rombingan yang datang menjenguk. Beliau akhirnya menghembuskan nafas terakhir di pangkuan putrinya, Nyai Jamalah.

Baca Juga :   
Biografi Singkat dan Kejadian Penting Saat Kelahiran Imam Syafi'i 
Nasihat KH Arwani Amin Kudus
Berduyun-duyun pentakziah datang sebagai wujud duka cita dan penghormatan terakhir atas perginya Maha Guru Al-Qur’an Indonesia itu. Jamaa’ah sholat jenazah bergantian di imami antara lain K.H Mansyur Popongan, Klaten, K.H. R. Asnawi Bendan Kudus, K.H. Ali ma’sum soditan, lasem Rembang. Selanjutnya menurut kesaksian sepanjang dua kilometer jarak dari Krapyak hingga maqbaroh beliau di Dongkelan padat oleh pentakziah. Dalam kondisi ppenuh dan sesak, para pelayat laki-laki sama-sama ingin memberikan penghormatan terakhir mengangkat jenazah kepada beliau , sehingga jenazah cukup dioperkan dari tangan ke tangan hingga sampai ke maqbarah di Dongkelan.
Wafatnya K.H. M. Munawwir meninggalkan duka yang mendalam bagi santri masyarakat dan keluarganya. Semasa hidupnya K.H. M. Munawwir sangat memperhatikan kepada keluarga, santri dan asisten rumah tangganya, beliau mengajar al-Qur’an ba’da subuh . beliau bersikap adil kepada lima Istri dan 33 anaknya.
Berikut silsilah keluarga K.H. M. Munawwir :
  • Nyai R.A Mursyidah ( Kraton, Yogyakarta)

Abdullah Siraj, Khotijah, Ummatullah, K.H. R. Abdullah Afandi, K.H. R. Abdul Qodir
  • Nyai Hj Sukis ( wates, Yogyakarta)

H. Muhammad, Badruddin, Jazilah, Ny. Hasyimah, K. Zaini, Badawi, Ny, Jamalah, Hani’ah, K.H. Zainal Abidin, K.H. Ahmad Warson, Ny, Zubaidah
  • Nyai salimah ( wonokromo, Yogyakarta)

Ny Hindun, Ny Aikah, Ny badiyah, Amninah, Ja’far, K.H. Dalhar, Washil, Ny Jauharoh, Hidayatullah
  • Ny Rumiah ( Jombang, Jawa Timur)

Zainab, K. Zainuddin, Ny Badriah
  • Ny Khodijah ( Kanggotan, Gondowulung, Yogyakarta)

Juwariyah, Durriyah, Ny walidah, K.H. Ahmad, Zuhriyyah

Sementara itu, menjalankan Wasiat almaghfurlah, estafet kepengasuan Pondok Pesantren Krapyak kemudian di teruskan putra beliau, K.H. R. Abdullah Afandi, K.H. R. Abdul Qodir serta K.H. Ali Ma’sum, menantunya yang beristrikan Nyai Hasyimah dari jalur istri Nyai Hj Sukis.

Mohon kontak admin apabila terdapat kesalahan penulisan nama dan tempat, terimakasih.
 

Post a Comment

0 Comments